Jawaban Manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah sama dengan manhaj Salaf atau Salafi atau Salafush-Shâli h. Disebut dengan manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, karena jalan kebenaran itu adalah jalan orang-orang yang berpegang teguh terhadap Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Perludiketahui penggunaan istilah "Ahlussunnah wal Jama'ah", tidak pernah mencapai kata sepakat dalam menggambarkan suatu aliran kalam tertentu.Dikarenakan ada banyak golongan yang turut ikut serta dalam mengklaim aliran mereka sendiri sebagai Ahlussunnah wal Jama'ah.Oleh sebab itu, penulis juga akan menjelaskan asal-muasal penggunaan istilah Ahlussunnah wal Jama'ah dan bagaimana
Sedangkanmakna salaf sudah dijelaskan tadi. Jadi salafiyun adalah mereka yang meniti jalan beragamanya salaf yaitu dengan selalu mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah, juga mereka mendakwahkan Al Qur'an dan As Sunnah dan mereka pun mengamalkan keduanya. Oleh karena itu, salafiyun adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Hanya Allah-lah yang memberi
Ahlussunnahwal Jama'ah merupakan istilah yang terbentuk dari tiga kosa kata : Tidak ada perbedaan antara salafi saat ini dengan wahabi. Keduanya ibarat dua sisi mata uang : satu dari sisi memiliki keyakinan dan pemikiran. Lihat Aqidah ahlusunnah wal jamaah karya hasan ali ibn assaqif ,dir al imam an nawawi ,cet .1. h2013 dan
Syahadat Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: "Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah". Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping "Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka. 4. Imamah.
Dáťch V᝼ Háť Trᝣ Vay Tiáťn Nhanh 1s. APA PERBEDAAN dari AHLUS SUNNAH WALâJAMAAH , SALAFY, ASWAJA dan WAHABISM? Bismillah, Ahlus sunnah adalah mereka yang setidaknya faham dan mengamalkan beberapa nash ini Allah Azza wa jall berfirman âBerpeganglah kamu semua pada tali Allah Al Qurâan dan Sunnah, dan janganlah kamu berpecah belahâ Al Qurâan. Surat Ali Imron 103 â Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil Amri diantara kamu, Kemudian jika kamu berlainan/berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Kitabullah Al Qurâan dan Rasul Sunnahnya jika kalian benar2 beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.â Al Qurâan. Surat An Nisaâ 59 âKatakanlah , âInilah jalan ku, aku dan orang-orang yang mengikuti ku menyeru kalian kepada Allah Ta`ala dengan ilmu yang nyata .Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk oarng-orang yang musyrikâ QS. Yusuf 108 âWahai orang2 yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan Total, dan jangan kamu ikuti langkah2 syetan, sesungguhnya ia syetan adalah musuhmu yang nyataâ QS. Al Baqoroh ayat 208 Dari Muâawiah Radhiallahu anhu, ia berkata Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam berdiri diantara kami lalu bersabda âKetahuilah bahwa umat sebelum kalian dari golongan ahli kitab berpecah-pecah menjadi 72 firqoh/golongan, dan sesungguhnya umatku sampai dengan hari kiamat nanti akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan, dimana dari 73 golongan ini, yang 72 golongan terancam neraka dan hanya satu golongan yang menjadi ahli surga. Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi Wassalam tentang siapa golongan yang hanya satu itu, Rasulullah menjawab âAl jamaâah, yang aku dan para sahabatku ada diatasnya/berpijak pada sunnahkuâ. SHAHIH, Riwayat Ahmad, Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda âBarang siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan dalam urusan agama yang bukan datang dari kami Allah dan Rasul-Nya, maka tertolaklah amalnya ituâ. SHAHIH, riwayat Muslim Juz 5,133 Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda âAmma baâdu! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Al-Qurâan dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru / yang diada-adakan Muhdast dan setiap yang muhdast adalah bidâah dan setiap yang bidâah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di nerakaâ SHAHIH, riwayat Muslim Juz 3, 11, riwayat Ahmad Juz 3, 310, riwayat Ibnu Majah no 45 Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda âSesungguhnya Syetan telah berputus asa untuk disembah dinegri kalian, tetapi ia senang ditaati menyangkut hal selain itu diantara amal perbuatan yang kalian anggap sepele, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya aku telah meninggalkan/mewariskan pada kalian apa2 yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah NabiNyaâ HASAN, riwayat Bukhari, Muslim, Al Hakim, Adz zahabi, Albani Nabi shallallahu alaihi wa sallam membuat garis dgn tangannya, kemudian bersabda, âInilah jalan Allah yg lurusâ, lalu beliau membuat garis2 di kanan dan kirinya kmudian bersabda,âInilah jalan2 yg sesat, tak satupun jalan2 itu kecuali didalamnya terdapat syaitan yg menyeru kepadanyaâ.[SHAHIH. HR. Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al Lalikaâi 1/90. Dishahihkan al Albani dlm Dzilalul Jannah]. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda âAku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru yang diada-adakan kepada hal-hal yang baru itu adalah kebidâahan dan setiap kebidâahan adalah kesesatanâ. [SHAHIH. Dawud 4608, At-Tirmidziy 2676 dan Ibnu Majah 44,43,Al-Hakim 1/97] âAku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada seorang pun sepeninggalku yang berpaling darinya melainkan ia akan binasaâŚ.â[SHAHIH. HR Ibnu Majah 1/16 no. 43 dan lain-lain, dari hadits Al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu. Ini lafazh dalam Sunan Ibnu Majah. Lihat juga As-Silsilah Ash-Shahihah 2/610 no. 937] â ââ SALAFY Inilah dialog antara Syaikh Al-Albani rahimahullah dgn ustadz Abdul Halim Abu Syuqah, pengarang kitab âTahrirul Marâah Fi Ashri Ar-Risalahâ. Berkata Asy-Syaikh Albani âKalau engkau ditanya apa madzhab kamu, apa yang akan kamu katakan ?â Dia menjawab âMuslimâ Berkata Asy-Syaikh Ini tidak cukup ! Dia berkata âSungguh Allah Subhanahu wa Taâala telah menamakan kita kaum muslimin sejak dahulu, lalu dia membacakan firman Allah Subhanahu wa Taâala âDia Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahuluâ [Al-Hajj 78] Berkata Asy-Syaikh âIni adalah jawaban yang benar seandainya kita berada di zaman awal sebelum berkembangnya kelompok-kelompok sesat, dan seandainya kita tanyakan -sekarang- setiap muslim dari kelompok-kelompok yang kita berselisih dengannya secara mendasar dalam aqidah, maka tidak akan berbeda jawabannya dari jawaban ini, semuanya mengatakan baik orang Syiâah Rafidah, Khawarij, Druze, Nushairiy Al-Alawiy Saya Muslim, kalau begitu jawaban itu belum cukup untuk saat-saat iniâ. Dia berkata âKalau begitu saya katakan Saya muslim yang berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnahâ. Berkata Asy-Syaikh âIni juga tidak cukupâ. Dia berkata âKenapa ?â Berkata Asy-Syaikh âApakah kamu dapatkan seorang dari mereka yang telah kita jadikan contoh mengatakan Saya muslim dan saya tidak berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah ⌠maka siapakah yang mengatakan Saya tidak berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnahâ. Kemudian Syaikh mulai menjelaskan arti penting tambahan yang kami telah tetapkan yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih. Dia berkata âKalau begitu saya seorang muslim yang berada di atas Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalihâ. Berkata Asy-Syaikh âJika seorang bertanya kepada kamu tentang madzhab kamu, apakah kamu akan menjawab demikian ?â Dia berkata âYaâ. Berkata Asy-Syaikh âBagaimana pendapat kamu jika kita meringkasnya secara bahasa, karena sebaik-baiknya perkataan adalah yang paling ringkas tetapi mewakili maksudnya, maka kita katakan Salafiyâ. Dia berkata âSaya mungkin berbasa-basi kepadamu dan saya katakan Ya, akan tetapi keyakinan saya tetap seperti tadi, karena pertama yang terbesit pada pikiran seseorang ketika mendengar kamu adalah Salafiy adalah hal-hal yang banyak dari kebiasaan berupa sikap-sikap keras yang mengantar kepada kebengisan yang terkadang ada pada Salafiyin orang-orang Salafiyâ. Berkata Asy-Syaikh âAnggaplah ucapanmu itu benar. Jika kamu katakan Saya muslim, tidak akan terpahami kamu seorang Syiâah Rafidah atau Druziyah atau Ismailiyah..?â Dia berkata âMungkin saja akan tetapi saya telah mengikuti ayat yang mulia âDia Allah telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahuluâ [Al-Hajj 78]â Berkata Asy-Syaikh âTidak wahai saudaraku ! sesungguhnya kamu tidak mengikuti ayat tersebut, karena ayat tersebut bermakna Islam yang benar, sepatutnyalah diajak bicara orang-orang sesuai dengan akalnya ⌠apakah ada seorang yang memahami dari kamu bahwa kamu muslim dengan makna yang ada di ayat tersebut ? Adapun hal-hal yang jelek yang telah kamu sebutkan tadi adakalanya benar atau tidak benar, karena perkataan kamu keras, adakalanya pada sebagian pribadi-pribadi saja dan bukan seperti manhaj ilmiyah yang diyakini, maka tinggalkanlah pribadi-pribadi tersebut. karena kita berbicara tentang manhaj dan karena kalau kita katakan Syiâiy, Driziy, Khorijiy, Shufi atau Muâtaziliy akan masuk juga kepada hal-hal buruk yang telah kamu sebutkan. Kalau begitu hal itu diluar pembahasan kita, karena kita membahas tentang nama yang menunjukkan madzhab yang dipegangi oleh seorang manusiaâ. Kemudian Syaikh berkata âBukankah parasahabat semuanya muslim ?â Dia menjawab âTentu.â Berkata Asy-Syaikh âAkan tetapi ada dari mereka yang mencuri dan berzina, dan ini tidak diperbolehkan seorangpun mengatakan Saya bukan seorang muslim, akan tetapi dia masih seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Taâala dan Rasul-Nya seperti satu manhaj, akan tetapi dia terkadang menyelisihi manhajnya, karena dia tidak maksum. Oleh karena itu, kita -semoga Allah Subhanahu wa Taâala memberkati kamu- berbicara tentang kata yang menunjukkan aqidah, pemikiran dan pedoman kita dalam kehidupan dalam hal yang berhubungan dengan perkara agama yang kita beribadah denganya. Adapun fulan keras atau sebaliknya lemah adalah perkara lainâ. Kemudian berkata Asy-Syaikh âSaya ingin kamu renungkan kata yang singkat ini sampai kamu tidak tetap terus berada pada kata muslim sedangkan kamu tahu tidak ada seorangpun yang memahami darimu apa yang kamu inginkan darinya, maka kalau begitu berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akal merekaâ. Barakallahu laka fi Talbiyika. Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf Studi Kritis Solusi Problematika Umat oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly â ââ ASYâARIYAH mazhab Asyâari atau ASWAJA [ Tidak termasuk Ahlus Sunnah Wal Jamaâah ] Ada TIGA FASE keyakinan yang al-Imam Abul Hasan al-Asyâari lalui, yaitu ̜>âĽFase pertama bersama Muâtazilah, ̜>âĽFase kedua bersama Kullabiyah, ̜>âĽDan TERAKHIR bersama Salafiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah setelah mendapatkan hidayah dari ar-Rahman. ADAPUN, Asyâariyah / Mazhab Asyâari / ASWAJA, tiada lain adalah KELANJUTAN DARI mazhab KULLABIYAH, yang TELAH DITINGGALKAN oleh al-Imam Abul Hasan al-Asyâari sendiri. Bahkan, dengan tegas Beliau menyatakan bahwa beliau berada di atas jalan Rasulullah dan as-salafush shalih, sejalan dengan al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal , dan menyelisihi siapa saja yang berseberangan dengan beliau [7]. Rujukan Napak Tilas Perjalanan Hidup al-Imam Abul Hasan Al-asyâari ditulis oleh Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi, Lc. â§â§â§â§â§â§ Ulama yang menyatakan bahwa Asyâariyah ASWAJA_pen, BUKAN AHLUS SUNNAH 1. Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahu Ibnu Khuzaimah rahimahullahu ditanya oleh Abu Ali Ats-Tsaqafi âApa yang kau ingkari, wahai ustadz, dari madzhab kami supaya kami bisa rujuk darinya?â Ibnu Khuzaimah berkata âKarena kalian condong kepada pemahaman Kullabiyah. Ahmad bin Hanbal termasuk orang yang paling keras terhadap Abdullah bin Said bin Kullab dan teman-temannya, seperti Harits serta lainnya.â Perlu diketahui bahwa Kullabiyah adalah masyayikh guru/pembesar Asyâariyah. Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata âKullabiyah adalah guru-guru orang AsyâariyahâŚ.âKitab Istiqamah 2. Ibnu Qudamah rahimahullahu Beliau rahimahullahu berkata âKami tidak mengetahui ada kelompok ahlul bidâah yang menyembunyikan pemikiran-pemikirannya dan tidak berani menampakkannya, selain zanadiqah kaum zindiq, orang-orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keimanan, red. dan Asyâariyah.â 3. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullahu Beliau berkata âAsyaâirah dan Maturidiyah serta yang semisal mereka, bukanlah Ahlus Sunnah wal Jamaah.â 4. Syaikh Shalih Al-Fauzan pernah ditanya âApakah Asyâariyah dan Maturidiyah termasuk Ahlus Sunnah?â Beliau menjawab âMereka tidak teranggap sebagai Ahlus Sunnah. Tidak ada seorang pun yang memasukkan mereka ke dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka memang menamakan diri mereka termasuk Ahlus Sunnah, namun hakikatnya mereka bukanlah Ahlus Sunnah.â Lihat Takidat Musallamat Salafiyah hal. 19-30 Rujukan Sufi Adalah Pengikut Firqah Asyâariah Ditulis Oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak â§â§â§â§â§â§ Dalam daurah Syarâiyyah Fi Masail Aqaâidiyyah Wal Manhajiyyah di Surabaya, dua tahun yang lalu, Syaikh Salim ditanya Apakah Al Asyâariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jamaâah? Beliau menjawab dengan tegas âAl Asyâariyyah tidak termasuk Ahlu Sunnah Wal Jamaâah.â Dinukil dr [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VNina FemI/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo â Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296] Footnote [7] Perlu diketahui, mazhab Asyâari atau ASWAJA atau Kullabiyah, semuanya berseberangan dengan prinsip yang diyakini oleh al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal . Dengan demikian, berseberangan pula dengan prinsip yang diyakini oleh al-Imam Abul Hasan al-Asyâari . Tajuddin as-Subki âseorang tokoh mazhab Syafiâiâberkata, âAbul Hasan al-Asyâari adalah tokoh besar Ahlus Sunnah setelah al-Imam Ahmad bin Hanbal. Akidah beliau adalah akidah al-Imam Ahmad , tiada keraguan dan kebimbangan padanya. Inilah yang ditegaskan berkali-kali oleh Abul Hasan al-Asyâari dalam beberapa karya tulis beliau.â Thabaqat asy-Syafiâiyyah al-Kubra 4/236 ====== Catatan 1> Apa itu madzab Kullabiyah ? lihat di 2> Apa itu Muâtazilah ? lihat di ̜Ëâ§â§Â°Ěś Lihat â ââ Adapun Wahabi adalah sebutan âtuduhanâ bagi mereka2 berpegang teguh pada as sunnah dan memerangi syirik sebagaimana dakwah yang di canangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mana dakwah beliau adalah memurnikan Islam yang âAnti Syirikâ dan âAnti Bidâahâ. Sebutan tuduhan âwahabiâ ini di prakarsai oleh musuh2 dakwah tauhid yang mana mereka adalah âAhlul bidâahâ danâAhlusy Syirikâ SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI? Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan âWahhabismeâ, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte QâdhiyânĂŽ dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat Dr. Muhammâd ibn Saâd asy-Syuwaiâir, TashhĂŽh Khathââ TârĂŽkhĂŽ Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh Dârul HabĂŽb 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, QâdhiyânĂŽ, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai Wahhâbiâ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.** Catatan * Hunter dalam bukunya yang berjudul âThe Indian Musalmansâ mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim Wahhâbiâ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa âThere is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.â [âTidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi membangkitkan semangat umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.â] Lihat Hunter, âThe Indian Musalmansâ, di London TrĹąbner and Co., 1871; Calcuta Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi Rupa & Co., 2002 Reprint ** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan âWahhâbiâ dan dianggap sebagai âpemberontakâ yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas SalafĂŽ-Ahlul HadĂŽts, seperti Syaikh Jaâfar TsanisârĂŽ, Syaikh Yahyâ AlĂŽ 1828-1868, Syaikh Ahmad Abdullâh 1808-1881, Syaikh NadzĂŽr Husain ad-DihlawĂŽ dan masih banyak lagi lainnya. Muhammad Jaâfar, Târikhul AjĂŽb dan Târikhul AjĂŽb â History of Port Blair Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition. Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan Utsmâniyyah Ottomans, IbrâhĂŽm Basyâ Pasha, anak angkat Muhammad AlĂŽ Basyâ Pasha, juga menggunakan istilah Wahhâbi, Khowârij dan Bidâah Hereticsâ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn Abdul Wahhâb dan Negara SaudĂŽ [Lihat ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum IbrâhĂŽm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan âKaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah Wahhâbiyyah, WahhâbĂŽ, Wahhâbisâ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan menisbatkan istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini. * Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah Wahhâbiyyahâ digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup pendiriâ-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di JazĂŽrah Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai âMuwahhidĹnâ. [ Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul Wahhabisâ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 New York Brill, 1987 Reprint , karya Houtsma, Arnold, R. Basset, R. Hartman, Wensinck, Gibb, W. Heffening dan E. LĂŞvi-Provençal ed dan The Shorter Encyclopaedia of Islam Leiden and London Brill and Luzac & Co., 1960, hal. 619 karya Gibb, Kramers dan E. LĂŞvi-Provençal ed. Artikel ini juga dicetak ulang dalam o Reading, UK Ithaca Press, 1974 o Leiden Brill, 1997 o Dan cetakan pertama, Leiden and London Bril and Luzac & Co., dan New York Cornel University Press, 1953.] * Thomas Patrick Hughes menggambarkan âWahhâbiyyahâ sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut mereka sebagai âMuhammadiyyahâ Muhammadans, malahan, mereka menyebutnya sebagai WahhâbĂŽâ, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh⌠[Thomas Patrick Huges, Dictionary of Islam, hal. 59]. * George Rentz mengatakan bahwa istilah WahhâbĂŽâ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan WahhâbĂŽâ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut dengan ad-Daâwah ilaât TauhĂŽdâ, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya adalah MuwahhidĹnâ⌠[George Rentz dan Arberry, The Wahhabis in Religion in The Middle East Three Religion in Concord and Conflict, Cambridge Cambridge University Press, 1969, hal. 270]. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah WahhâbĂŽâ adalah dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi. [Lihat Nâshir ibn IbrâhĂŽm ibn Abdullâh Tuwaim, Asy-Syaikh Muhammad ibn Abd`ul Wahhâb Hayâtuhu wa Daâwatuhu fi`r Ru`yâ al-Istisyrâqiyya DirĂ´sah NaqdĂŽyyah Riyadh Kementerian Urusan Keislaman, Pusat Penelitian dan Studi Islam, 1423/2003 hal. 86-7. Buku ini juga dapat dilihat secara online di . Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya * Mereka menyebut dakwah Muhammad bin Abdul Wahhâb sebagai Wahhâbiyyahâ, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad. * Pada awalnya, Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya. Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah âterutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan. Istilah âWahhâbiâ, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadiâ ahli bidâah yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan dakwah untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhĂŽdkan AllĂ´h semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat QodhĂŽ Ahmad ibn Hajar Alu AbĹthâmi al-BĹthâmi, Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhâb His SalafĂŽ Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya alaihim`us Salâm untuknya untuk dakwah tauhĂŽd ini. Menggunakan istilah Wahhâbiyyahâ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia. Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn Abdul Wahhâb secara antusias mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu. Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhĂŽd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan tashfiyah dan mendidik tarbiyah bahwa peribadatan hanya milik AllĂ´h semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabĂŽ dan para ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafĂŽ bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah âWahhâbĂŽâ ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan âWahhâbiyyahâ. Imâm Muhammad ibn Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik. Dalihbahasakan oleh AbĹ Salmâ al-AtsarĂŽ dari Jalâl AbĹ Alrub dan Alâ Mencke ed., Biography and Mission of Muhammad Ibn Abdul Wahhâb Orlando, Florida Madinah Publisher, 1424/2003, hal. 677-81. Dengan tambahan catatan oleh Salafimanhaj Research, Who First Used The Term âWahhabiâ? â âââââ â Tanya JBS Asslamualaikum, Afwan,untuk ASWAJA apakah itu harus ditinggalkan ? Tolong penjelasannya Jawab Abu Ayaz JBS afwan, utk menjawab pertanyaan antum itu, butuh penjelasan yang panjang sekali agar antum faham rincian2nya. Namun intinya, jika antum tidak mau di katakan sebagai ahlul bidâah dan ahlul syirik sebab ASWAJA melakukan banyak sekali bidâah dan mereka tawasul di kuburan orang2 yang mereka anggap wali , dan antum tidak mau dikatakan mengingkari bahwa Allah ada diatas langit sebagaimana hadits yang shahih, maka tinggalkanlah pemahaman ASWAJA ini. Namun dalam hal ini tidak ada paksaan. Semoga Allah memberi antum hidayah. Allahu yahdik wa hadaanallahu. ___ Jawab Abu Nabilah Mungkin bisa ana tambahkan ⌠Mengenal Sejarah dan Pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah Rabu, 27 Agustus 2003 â 024358 kategori Manhaj Penulis Majalah Salafy Edisi Perdana/Syaban/1416 . . Sebelum kita berbicara tentang topik dan judul pembahasan ini, sebaiknya kita mengenal beberapa pengertian istilah yang akan dipakai dalam pembahasan ini. A. Beberapa Pengertian 1. As-Sunnah As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan. Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu alaihi wa sallam serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan As-Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan membelanya. 2. Al-Jamaâah Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamuâ dengan arti mengumpulkan yang tercerai berai. Adapun dalam pengertian Asyariâah, Al-Jamaâah ialah orang-orang yang telah sepakat berpegang dengan kebenaran yang pasti sebagaimana tertera dalam Al-Qurâan dan Al-Hadits dan mereka itu ialah para shahabat, tabiâin yakni orang-orang yang belajar dari shahabat dalam pemahaman dan pengambilan Islam walaupun jumlah mereka sedikit, sebagaimana pernyataan Ibnu Masâud radhiallahu anhu âAl-Jamaâah itu ialah apa saja yang mencocoki kebenaran, walaupun engkau sendirian dalam mencocoki kebenaran itu. Maka kamu seorang adalah Al-Jamaâah.â 3. Al-Bidâah Segala sesuatu yang baru dan belum pernah ada asal muasalnya dan tidak biasa dikenali. Istilah ini sangat dikenal dkialangan shahabat Nabi Rasulullah salallahu alaihi wa sallam karena beliau selalu menyebutnya sebagai ancaman terhadap kemurnian agama Allah, dan diulang-ulang penyebutannya pada setiap hendak membuka khutbah. Jadi secara bahasa Arab, bidâah itu bisa jadi sesuatu yang baik atau bisa juga sesuatu yang jelek. Sedangkan dalam pengertian syariâah, bidâah itu semuanya jelek dan sesat serta tidak ada yang baik. Maka pengertian bidâah dalam syariah ialah cara pengenalan agama yang baru dibuat dengan menyerupai syariah dan dimaksudkan dengan bidâah tersebut agar bisa beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taâala lebih baik lagi dari apa yang ditetapkan oleh syariâah-Nya. Keyakinan demikian ditegakkan tidak di atas dalil yang shahih, tetapi hanya berdasar atas perasaan, anggapan atau dugaan. Bidâah semacam ini terjadi dalam perkara aqidah, pemahaman maupun amalan. 4. As-Salaf Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam, para tabiâin kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat dan para tabiâit tabiâin kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabiâin. istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qurâan dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah. 5. Al-Khalaf Suatu golongan dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qurâan dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jamaâah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jamaâah mulai depopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bidâah dikalangan ummat Islam. Yang jelas wabah bidâah itu mulai berjangkit pada jamannya tabiâin dan jaman tabiâin ini yang bersuasana demikian dimulai di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz 1 Syarah Imam Nawawi bab Bayan Amal Isnad Minad Din dengan sanadnya yang shahih bahwa Muhammad bin Sirrin menyatakan, âDulu para shahabat tidak pernah menanyakan tentang isnad urut-urutan sumber riwayat ketika membawakan hadits Nabi salallahu alaihi wa sallam. Maka ketika terjadi fitnah yakni bidâah mereka menanyakan, sebutkan para periwayat yang menyampaikan kepadamu hadits tersebut.â Dengan cara demikian mereka dapat memeriksa masing-masing para periwayat tersebut, apakah mereka itu dari ahlus sunnah atau ahlul bidâah. Bila dari ahlus sunnah diambil dan bila ahlul bidâah ditolak.â Riwayat yang sama juga dibawakan oleh Khalid Al-Baghdadi dengan sanadnya dalam kitab beliau. Riwayat ini memberitahukan kepada kita bahwa pada jaman Muhammad bin Sirrin sudah ada istilah ahlus sunnah dan ahlul bidâah. Muhammad bin Sirrin lahir pada tahun 33 H dan meniggal pada tahun 110 H. kemudian istilah ini juga muncul pada jaman Imam Ahmad bin Hambal lahir 164 dan meninggal 241 H khususnya ketika terjadi fitnah pemahaman sesat yang menyatakan bahwa Al-Qurâan itu makhluk, bertentangan dengan ahlus sunnah yang menyatakan bahwa Al-Qurâan itu Kalamullah. Fitnah terjadi di jaman pemerintahan Khalifah Al-Maâmun Al-Abbasi. Imam Ahmad pada masa fitnah ini adalah termasuk tokoh yang paling berat mendapat sasaran permusuhan dan kekejaman para tokoh ahlul bidâah melalui Khalifah tersebut. Mulai saat itulah istilah ahlus sunnah wal jamaâah menjadi sangat populer hingga kini. Jadi, istilah ahlu sunnah timbul dan menjadi populer ketika mulai serunya pergulatan antara as-salaf dan al-khalaf, akibat adanya infiltrasi berbagai filsafat asing ke dalam masyarakat Islam. Ahlus Sunnah wal Jamaâah kemudian menjadi simbol sikap istiqamahnya tegarnya para ulama ahlul hadits dalam berpegang dengan as-salafiyah ketika para tokoh ahlul bidâah meninggalkannya dan ketika berbagai pemahaman dan amalan bidâah mendominasi masyarakat Islam. B. Dalil-Dalil Ahlus Sunnah wal Jamaâah Mengapa ahlu sunnah demikian bersikeras merujuk pada pemahaman para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qurâan dan Al-Hadits? Ini adalah pertanyaan yang tentunya membutuhkan dalil-dalil Al-Qurâan dan Al-Hadits untuk menjawabnya. Ahlus Sunnah merujuk kepada para shahabat dalam memahami Al-Qurâan dan Al-Hadits dikarenakan Allah dan Rasul-Nya banyak sekali memberitahukan kemuliaan mereka, bahkan memujinya. Faktor ini membuat para shahabat menjadi acuan terpercaya dalam memahami Al-Qurâan dan Al-Hadits sebagai landasan utama bagi Syariâah Islamiyah. Dalil dari Al-Qurâan dan Al-Hadits shahih yang menjadi pegangan ahlus sunnah dalam merujuk kepada pemahaman shahabat sangat banyak sehingga tidak mungkin semuanya dimuat dalam tulisan yang singkat ini. Sebagian diantaranya perlu saya tulis disini sebagai gambaran singkat bagi pembaca tentang betapa kokohnya landasan pemahaman ahlus sunnah terhadap syariah ini. 1. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah kecintaan Allah dan mereka pun sangat cinta kepada Allah âSesungguhnya Allah telah ridha kepada orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu Hai Muhammad di bawah pohon yakni Baitur Ridwan maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan keterangan atas mereka dan memberi balasan atas mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya.Al-Fath18 Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah ridha kepada para shahabat yang turut membaiat Rasulullah salallahu alaihi wa sallam di Hudhaibiyyah sebagai tanda bahwa mereka telah siap taat kepada beliau dalam memerangi kufar kaum kafir Quraisy dan tidak lari dari medan perang. Diriwayatkan bahwa yang ikut baâiah tersebut seribu empat ratus orang. Dalam ayat lain, Allah Sunahanahu wa Taâala berfirman âHai orang-orang yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari agama-Nya yakni keluar dari Islam niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Ia mencintai mereka dan mereka mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap kaum mukminin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Alah dan tidak takut cercaan si pencerca. Yang demikian itu adalah keutamaan dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan Allah itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.âAl-Maidah54 Ath-Thabari membawakan beberapa riwayat tentang tafsir ayat ini antara lain yang beliau nukilkan dari beberapa riwayat dengan jalannya masin-masing, bahwa Al-Hasan Al-Basri, Adh-Dhahadh, Qatadah, Ibnu Juraij, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shidiq dan segenap shahabat Nabi setelah wafatnya Rasulullah salallahu alaihi wa sallam dalam memerangi orang yang murtad. 3. Para shahabat adalah teladan utama setelah Nabi dalam beriman Ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Taâala âKalau mereka itu beriman seperti imannya kalian yaitu kaum mukminin terhadapnya, maka sungguh mereka itu mendapatkan perunjuk dan kalau mereka berpaling mereka itu dalam perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu hai Muhammad terhadap mereka dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.âAl-Baqarah137 Ayat ini menegaskan bahwa imannya kaum mukminin itu adalah patokan bagi suatu kaum untuk mendapat petunjuk Allah. Kaum mukminin yang dimaksud yang paling mencocoki kebenaran sebagaimana yang dibawa oleh Nabi salallahu alaihi wa sallam tidak lain ialah para shahabat Nabi yang paling utama dan generasi sesudahnya yang mengikuti mereka. Juga ditegaskan pula hal ini oleh Allah Subhanahu wa Taâala dalam Surat Al-Fath 29 âMuhammad itu adalah Rasulullah, dan orang-orang yang besertanya keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat mereka ruku dan sujud mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Terlihat pada wajah-wajah mereka bekas sujud. Demikianlah permisalan mereka di Taurat, dan demikian pula permisalan mereka di Injil. Sebagaimana tanaman yang bersemi kemudian menguat dan kemudian menjadi sangat kuat sehingga tegaklah ia diatas pokoknya, yang mengagumkan orang yang menanamnya, agar Allah membikin orang-orang kafir marah pada mereka. Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari kalangan mereka itu ampunan dan pahala yang besar.â Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qurâan yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jamaâah dalam merujuk kepada para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qurâan dan Al-Hadits. Tentunya dalil-dalil dari Al-Qurâan tersebut berdampingan pula dengan puluhan bahkan ratusan hadists shahih yang menerangkan keutamaan shahabat secara keseluruhan ataupun secara individu. Dari hadits-hadits berikut dapat disimpulkan bahwa 1. Kebaikan para shahabat tidak mungkin disamai âJangan kalian mencerca para shahabatku, seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud, tidaklah ia mencapai ganjarannya satu mudukuran gandum sebanyak dua telapak tangan diraparkan satu dengan lainnya makanan yang dishodaqahkan oleh salah seorang dari mereka dan bahkan tidak pula mencapai setengah mudnya.âHR. Bukhari dan Muslim 2. Para shahabat adalah sebaik-baik generasi dan melahirkan sebaik-baik generasi penerus pula âDari Imran bin Hushain radhiallahu anhu bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda Sebaik-baik ummatku adalah yang semasa denganku kemudian generasi sesudahnya yakni tabiâin, kemudian generasi yang sesudahnya lagi yakni tabiâit tabiâin. Imran mengatakan Aku tidak tahu apakah Rasulullah menyebutkan sesudah masa beliau itu dua generasi atau tiga.â Kemudian Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda Kemudian sesungguhnya setelah kalian akan datang suatu kaum yang memberi persaksian padahal ia tidak diminta persaksiannya, dan ia suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, dan mereka suka bernadzar dan tidak memenuhi nadzarnya, dan mereka berbadan gemuk yakni gambaran orang-orang yang serakah kepadanyaâ.âHR Bukhari 3. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan yang diciptakan Allah untuk mendampingi Nabi-Nya âRasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda Sesungguhnya Allah telah memilih aku dan juga telah memilih bagiku para shahabatku, maka Ia menjadikan bagiku dari mereka itu para pembantu tugasku, dan para pembelaku, dan para menantu dan mertuaku. Maka barang siapa mencerca mereka, maka atasnyalah kutukan Allah dan para malaikat-Nya an segenap manusia. Allah tidak akan menerima di hari Kiamat para pembela mereka yang bisa memalingkan mereka dari adzab Allah.âHR Al-Laalikai dan Hakim, SHAHIH Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih yang menunjukkan betapa tingginya kedudukan para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam di dalam pandangan Nabi. Maka kalau Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qurâan dan Al-Hadits telah memuliakan para shahabat dan menyuruh kita memuliakannya, sudah semestinya kalau Ahlus Sunnah wal Jamaâah menjadikan pemahaman, perkataan, dan pengamalan para shahabat terhadap Al-Qurâan dan Al-Hadits sebagai patokan utama dalam menilai kebenaran pemahamannya. Ahlus sunnah juga sangat senang dan mantap dalam merujuk kepada para shahabat Nabi dalam memahami Al-Qurâan dan Al-Hadits. Dikutip dari Majalah Salafy Edisi Perdana/Syaban/1416 H/1995 H, Rubrik Aqidah, Hal 14-17 ____ â âââ Catatan Fr. Orcela 1> APA ITU WAHABI ? 2>MELURUSKAN TUDUHAN MIRING TENTANG WAHHABI
perbedaan salafi dan ahlussunnah wal jamaah